Kelompok Kompetensi A
Profesional: Hakikat dan Pemerolehan Bahasa
Penulis: Hari Wibowo dkk.
Direktorat Jenderal Guru danTenaga Kependidikan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Tahun 2016
Indikator Pencapaian Kompetensi
Kompetensi Guru | Indikator Pencapaian Kompetensi |
20.1 Memahami hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa | 20.1.1 Menjelaskan konsep hakikat bahasa 20.1.2 Menjelaskan konsep pemerolehan bahasa (kognitif dan behavior) 20.1.3 Menjelaskan jenis-jenis pemerolehan bahasa (fonologi , morfologi , sintaksis , semantik , dan pragmatik) |
1. Hakikat Bahasa
Bahasa ialah sistem lambang suara yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama , berkomunikasi , dan mengidentifikasikan diri (Kridalaksana: 1983). Ciri atau sifat yang hakiki dari bahasa yaitu: (1) bahasa ialah sebuah sistem , (2) bahasa berwujud lambang , (3) bahasa itu berupa suara , (4) bahasa itu bersifat arbitrer , (5) bahasa itu bermakna , (6) bahasa itu bersifat konvensional , (7) bahasa itu bersifat unik , (8) bahasa itu bersifat universal , (9) bahasa itu bersifat produktif , (10) bahasa itu bervariasi , (11) bahasa itu bersifat dinamis , dan (12) bahasa itu manusiawi.
a. Bahasa itu ialah Sebuah Sistem
Sistem berarti susunan teratur berpola yang membentuk suatu keseluruhan yang bermakna atau berfungsi. sistem terbentuk oleh sejumlah unsur yang satu dan yang lain berafiliasi secara fungsional. Bahasa terdiri dari unsur-unsur yang secara teratur tersusun menurut pola tertentu dan membentuk satu kesatuan.
Sebagai sebuah sistem ,bahasa itu bersifat sistematis dan sistemis. Sistematis artinya bahasa itu tersusun menurut suatu pola , tidak tersusun secara acak. Sistemis artinya bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal , tetapi terdiri dari sub-subsistem atau sistem bawahan (dikenal dengan nama tataran linguistik). Tataran linguistik terdiri dari tataran fonologi , tataran morfologi , tataran sintaksis , tataran semantik , dan tataran leksikon. Secara hirarkial , sketsa subsistem bahasa tersebut sebagai berikut.
b. Bahasa itu Berwujud Lambang
Lambang dengan banyak sekali seluk beluknya dikaji orang dalam bidang kajian ilmusemiotika , yaitu ilmu yang mempelajari tanda-tanda yang ada dalam kehidupan manusia. Dalam semiotika dibedakan adanya beberapa tanda yaitu: tanda (sign) , lambang (simbol) , sinyal (signal) , gejala (sympton) , gerak aba-aba (gesture) , kode , indeks , dan ikon. Lambang bersifat arbitrer , artinya tidak ada korelasi pribadi yang bersifat wajib antara lambang dengan yang dilambangkannya.
c. Bahasa itu Berupa Bunyi
Menurut Kridalaksana (1983) , suara ialah kesan pada sentra saraf sebagai akhir dari getaran gendang pendengaran yang bereaksi sebab perubahan dalam tekanan udara. Bunyi bahasa ialah suara yang dihasilkan alat ucap manusia. Tetapi juga tidak semua suara yang dihasilkan oleh alat ucap insan termasuk suara bahasa.
d. Bahasa itu Bersifat Arbitrer
Kata arbitrer bisa diartikan ’sewenang-wenang , berubah-ubah , tidak tetap , mana suka’. Yang dimaksud dengan istilah arbitrer itu ialah tidak adanya korelasi wajib antara lambang bahasa (yang berwujud suara itu) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambang tersebut. Ferdinant de Saussure (1966: 67) dalam dikotominya membedakan apa yang dimaksud signifiant dan signifie. Signifiant (penanda) ialah lambang suara itu , sedangkan signifie (petanda) ialah konsep yang dikandung signifiant.
Bolinger (1975: 22) mengatakan: Seandainya ada korelasi antara lambang dengan yang dilambangkannya itu , maka seseorang yang tidak tahu bahasa tertentu akan dapat menebak makna sebuah kata apabila beliau mendengar kata itu diucapkan. Kenyataannya , kita tidak bisa menebak makna sebuah kata dari bahasa apapun (termasuk bahasa sendiri) yang belum pernah kita dengar , sebab suara kata tersebut tidak memberi ”saran” atau ”petunjuk” apapun untuk mengetahui maknanya.
e. Bahasa itu Bermakna
Salah satu sifat hakiki dari bahasa ialah bahasa itu berwujud lambang. Sebagai lambang , bahasa melambangkan suatu pengertian , suatu konsep , suatu wangsit , atau suatu pikiran yang ingin disampaikan dalam wujud suara itu. Maka , dapat dikatakan bahwa bahasa itu mempunyi makna. Karena bahasa itu bermakna , maka segala ucapan yang tidak mempunyai makna dapat disebut bukan bahasa. [kuda] , [makan] , [rumah] , [adil] , [tenang] : bermakna = bahasa
[dsljk] , [ahgysa] , [kjki] , [ybewl] : tidak bermakna = bukan bahasa
[dsljk] , [ahgysa] , [kjki] , [ybewl] : tidak bermakna = bukan bahasa
f. Bahasa itu Bersifat Konvensional
Meskipun korelasi antara lambang suara dengan yang dilambangkannya bersifat arbitrer , tetapi penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya , semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa lambang tertentu itu digunakan untuk mewakili konsep yang diwakilinya. Misalnya , binatang berkaki empat yang biasa dikendarai , dilambangkan dengan suara [kuda] , maka anggota masyarakat bahasa Indonesia harus mematuhinya. Kalau tidak dipatuhinya dan digantikan dengan lambang lain , maka komunikasi akan terhambat.
g. Bahasa itu Bersifat Unik
Bahasa dikatakan bersifat unik , artinya setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem suara , sistem pembentukan kata , sistem pembentukan kalimat , atau sistem-sistem lainnya.
h. Bahasa itu Bersifat Universal
Selain bersifat unik , bahasa juga bersifat universal. Artinya , ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Misalnya , ciri universal bahasa yang paling umum ialah bahwa bahasa itu mempunyai suara bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan.
i. Bahasa itu Bersifat Produktif
Bahasa bersifat produktif , artinya meskipun unsur-unsur bahasa itu terbatas , tetapi dengan unsur-unsur yang jumlahnya terbatas itu dapat dibuat satuan-satuan bahasa yang tidak terbatas , meski secara relatif , sesuai dengan sistem yang berlaku dalam bahasa itu. Misalnya , kita ambil fonem dalam bahasa Indonesia , /a/ , /i/ , /k/ , dan /t/. Dari empat fonem tersebut dapat kita hasilkan satuan-satuan bahasa:
- /i/-/k/-/a/-/t/
- /k/-/i/-/t/-/a/
- /k/-/i/-/a/-/t/
- /k/-/a/-/i/-/t/
j. Bahasa itu Bervariasi
Anggota masyarakat suatu bahasa biasanya terdiri dari banyak sekali orang dengan banyak sekali status sosial dan latar belakang budaya yang tidak sama. Karena perbedaan tersebut maka bahasa yang digunakan menjadi bervariasi. Ada tiga istilah dalam variasi bahasa yaitu:
- Idiolek : Ragam bahasa yang bersifat perorangan.
- Dialek : Variasi bahasa yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat pada suatu daerah atau suatu waktu.
- Ragam : Variasi bahasa yang digunakan dalam situasi tertentu. Misalnya , ragam baku dan ragam tidak baku.
k. Bahasa itu Bersifat Dinamis
Bahasa tidak pernah lepas dari segala acara dan gerak insan sepanjang eksistensi insan itu sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Karena keterikatan dan keterkaitan bahasa itu dengan insan , sedangkan dalam kehidupannya di dalam masyarakat acara insan itu selalu berubah , maka bahasa menjadi ikut berubah , menjadi tidak tetap , menjadi dinamis. Perubahan itu dapat berupa pemunculan kata atau istilah gres , peralihan makna sebuah kata , dan perubahan-perubahan lainnya.
l. Bahasa itu Manusiawi
Alat komunikasi insan berbeda dengan binatang. Alat komunikasi binatang bersifat tetap , statis. Sedangkan alat komunikasi insan , yaitu bahasa bersifat produktif dan dinamis. Maka , bahasa bersifat manusiawi , dalam arti bahasa itu hanya milik insan dan hanya dapat digunakan oleh manusia.
2. Teori Pemerolehan Bahasa Anak
Berikut ini ialah beberapa teori pemerolehan bahasa pada anak diantaranya yaitu:
a. Teori Behaviorisme
Teori behaviorisme menyoroti aspek perilaku kebahasaan yang dapat diamati pribadi dan korelasi antara rangsangan (stimulus) dan reaksi (response). Perilaku bahasa yang efektif ialah membuat reaksi yang sempurna terhadap rangsangan. Reaksi ini akan menjadi suatu kebiasaan jikalau reaksi tersebut dibenarkan. Dengan demikian , anak berguru bahasa pertamanya.
Sebagai teladan , seorang anak mengucapkan bilangkali untuk barangkali. Sudah pasti si anak akan dikritik oleh ibunya atau siapa saja yang mendengar kata tersebut. Apabila sutu saat si anak mengucapkan barangkali dengan sempurna , beliau tidak mendapat kritikan sebab pengucapannya sudah benar. Situasi ibarat inilah yang dinamakan membuat reaksi yang sempurna terhadap rangsangan dan merupakan hal yang pokok bagi pemerolehan bahasa pertama.
B.F. Skinner ialah tokoh aliran behaviorisme. Dia menulis buku Verbal Behavior (1957) yang digunakan sebagai referensi bagi pengikut aliran ini. Menurut aliran ini , berguru merupakan hasil faktor eksternal yang dikenakan kepada suatu organisme. Menurut Skinner , perilaku kebahasaan sama dengan perilaku yang lain , dikontrol oleh konsekuensinya. Apabila suatu perjuangan menyenangkan , perilaku itu akan terus dikerjakan. Sebaliknya , apabila tidak menguntungkan , perilaku itu akan ditinggalkan. Singkatnya , apabila ada reinforcement yang cocok , perilaku akan berubah dan inilah yang disebut belajar.
Namun demikian , banyak kritikan terhadap aliran ini. Chomsky mengatakan bahwa toeri yang berlandaskan conditioning dan reinforcement tidak bisa menjelaskan kalimat-kalimat gres yang diucapkan untuk pertama kali dan inilah yang kita kerjakan tiap hari. Bower dan Hilgard juga menentang aliran ini dengan mengatakan bahwa penelitian mutakhir tidak mendukung aliran ini.
Aliran behaviorisme mengatakan bahwa semua ilmu dapat disederhanakan menjadi korelasi stimulus-response. Hal tersebut tidaklah benar sebab tidak semua perilaku berasal dari stimulus-response.
b. Teori Nativisme
Chomsky merupakan penganut nativisme. Menurutnya , bahasa hanya dapat dikuasai oleh insan , binatang tidak mungkin dapat menguasai bahasa manusia. Pendapat Chomsky didasarkan pada beberapa asumsi. Pertama , perilaku berbahasa ialah sesuatu yang diturunkan (genetik) , setiap bahasa memiliki pola perkembangan yang sama (merupakan sesuatu yang universal) , dan lingkungan memiliki tugas kecil di dalam proses pematangan bahasa. Kedua , bahasa dapat dikuasai dalam waktu yang relatif singkat. Ketiga , lingkungan bahasa anak tidak dapat menyediakan data yang cukup bagi penguasaan tata bahasa yang rumit dari orang dewasa.
Menurut aliran ini , bahasa ialah sesuatu yang kompleks dan rumit sehingga mustahil dapat dikuasai dalam waktu yang singkat melalui “peniruan”. Nativisme juga percaya bahwa setiap insan yang lahir sudah dibekali dengan suatu alat untuk memperoleh bahasa (language acquisition device , disingkat LAD). Mengenai bahasa apa yang akan diperoleh anak bergantung pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Sebagai teladan , seorang anak yang dibesarkan di lingkungan Amerika sudah pasti bahasa Inggris menjadi bahasa pertamanya.
Semua anak yang normal dapat berguru bahasa apa saja yang digunakan oleh masyarakat sekitar. Apabila diasingkan semenjak lahir , anak ini tidak memperoleh bahasa. Dengan kata lain , LAD tidak mendapat “makanan” sebagaimana biasanya sehingga alat ini tidak bisa mendapat bahasa pertama sebagaimana lazimnya ibarat anak yang dipelihara oleh srigala (Baradja , 1990:33).
Tanpa LAD , tidak mungkin seorang anak dapat menguasai bahasa dalam waktu singkat dan bisa menguasai sistem bahasa yang rumit. LAD juga memungkinkan seorang anak dapat membedakan suara bahasa dan bukan suara bahasa.
c. Teori Kognitivisme
Menurut teori ini , bahasa bukanlah suatu ciri alamiah yang terpisah , melainkan salah satu di antara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar. Perkembangan bahasa harus berlandaskan pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi. Makara , urutan-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa (Chaer , 2003:223). Hal ini tentu saja berbeda dengan pendapat Chomsky yang menyatakan bahwa mekanisme umum dari perkembangan kognitif tidak dapat menjelaskan struktur bahasa yang kompleks , abnormal , dan khas. Begitu juga dengan lingkungan berbahasa. Bahasa harus diperoleh secara alamiah.
Menurut teori kognitivisme , yang paling utama harus dicapai ialah perkembangan kognitif , barulah pengetahuan dapat keluar dalam bentuk keterampilan berbahasa. Dari lahir hingga 18 bulan , bahasa dianggap belum ada. Anak hanya memahami dunia melalui indranya. Anak hanya mengenal benda yang dilihat secara langsung. Pada selesai usia satu tahun , anak sudah dapat mengerti bahwa benda memiliki sifat permanen sehingga anak mulai menggunakan simbol untuk mempresentasikan benda yang tidak hadir dihadapannya. Simbol ini kemudian berubah menjadi kata-kata awal yang diucapkan anak.
d. Teori Interaksionisme
Teori interaksionisme beranggapan bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil interaksi antara kemampuan mental pembelajaran dan lingkungan bahasa. Pemerolehan bahasa itu berafiliasi dengan adanya interaksi antara masukan “input” dan kemampuan internal yang dimiliki pembelajar. Setiap anak sudah memiliki LAD semenjak lahir. Namun , tanpa ada masukan yang sesuai tidak mungkin anak dapat menguasai bahasa tertentu secara otomatis.
Sebenarnya , menurut hemat penulis , faktor intern dan ekstern dalam pemerolehan bahasa pertama oleh sang anak sangat mempengaruhi. Benar jikalau ada teori yang mengatakan bahwa kemampuan berbahasa si anak telah ada semenjak lahir (telah ada LAD). Hal ini telah dibuktikan oleh banyak sekali penemuan ibarat yang telah dilakukan oleh Howard Gardner. Dia mengatakan bahwa semenjak lahir anak telah dibekali banyak sekali kecerdasan. Salah satu kecerdasan yang dimaksud ialah kecerdasan berbahasa (Campbel , dkk. , 2006: 2-3). Akan tetapi , yang tidak dapat dilupakan ialah lingkungan juga faktor yang memperngaruhi kemampuan berbahasa si anak. Banyak penemuan yang telah pertanda hal ini.
MODUL LENGKAP , SOAL KK PROFESIONAL BACA DI SINIMODUL LENGKAP , LK , SOAL KK PEDAGOGIK BACA DI SINI
0 komentar:
Posting Komentar